Our Collection

ARTIKEL
Sekapur Sirih

Keris

F. A. Q.
Tentang Kami




SEKAPUR SIRIH


Web ini berisi koleksi Bedoldeso Tosan Aji dan koleksi dari rekan rekan kolega Bedoldeso dengan bahan referensi yang didapat dari berbagai sumber, tidak semua keris dalam Koleksi ini dapat di-mas kawinkankan atau di-maharkan.

Pada website Keris ini kami berusaha untuk menampilkan Keris sebagaimana adanya dengan keterangan mengenai Dapur, Pamor maupun Tangguh masing-masing keris tersebut.

Keris, salah satu karya nenek moyang bangsa Indonesia dalam khasanah budaya tradisional.
Pembuatan karya seni itu menggunakan teknik tempa yang cukup rumit. Kerumitannya terletak pada seni tempa pamor yang indah, yang dulu hampir tidak terjangkau oleh penalaran awam.

Keris, sebagai senjata tradisional Indonesia, khususnya Jawa dan beberapa daerah di Indonesia seperti Bali, Sumatera dan Sulawesi merupakan perlambang estetika tinggi, memiliki arti seremonial dan teknologi metalurgi unggul, di samping benda antik yang sangat berharga.

Keris adalah karya agung warisan kebudayaan Indonesia yang sangat dihargai dan mampu memikat masyarakat dunia, hingga Indonesia telah diakui sebagai World Heritage dan memperoleh penghargaan Masterpiece of The Oral and Intangible Heritage of Humanity dari UNESCO, merupakan bukti pengakuan dunia akan keris sebagai karya agung warisan Indonesia.

Di Jawa keris juga disebut tosan aji atau wesi aji, artinya 'besi yang bernilai atau dimuliakan'. Senjata tosan aji lain adalah tombak, pedang, wedhung, kudhi, badik Sulawesi, tumbuk lado Sumatra Barat, rencong Aceh, patrem, dan cundrik.

Dalam perjalanan waktu, keris menjadi tosan aji yang paling utama dalam dunia seni tempa senjata, tidak saja di Jawa tetapi juga di daerah Indonesia lain.

Kembali ke atas


KERIS

 

Sejarah

 

Keris adalah salah satu senjata adat suku–suku bangsa di Nusantara, yang merupakan senjata penusuk jarak pendek dikenal dan dipakai oleh sebagian masyarakat di Asia Tenggara. Keris merupakan senjata penusuk yang dimuliakan, dihormati bahkan dianggap keramat. Tidak hanya suku bangsa di Indonesia, juga bangsa lain di sebagian Asia Tenggara juga mengenal dan memakainya. Misalnya saja bangsa Malaysia, Brunai, Sabah, Tailand, Kamboja, Laos, Suku Moro di Filipina Selatan juga mengenal atau memakai Keris ( Karsten Sejr Jensen, 1998, 5-7.).

Selain senjata penusuk, keris merupakan benda yang berfungsi sebagai senjata yang dianggap mempunai daya magis, benda pusaka, sebagai benda kehormatan, sebagai benda sejarah, sebagai benda komoditi perdagangan, sebagai simbol, sebagai tanda kehormatan, sebagai benda pelengkap upacara, dan sebagai benda pelengkap busana (Garret 7 Bronwen Solyom, 1987. 12.). Bagaimana kedudukan keris keris dalam sejarah bangsa, tidak dapat dipungkiri lagi, dalam cerita, babad maupun sejarah modern, keris banyak berfungsi sebagai obyek sejarah, bahkan keris kadang- kadang dapat menjadi benda penentu sejarah (Surono, 1979, 2.).

Keris selalu muncul dalam legenda, cerita tutur atau oral tradisi, babad atau sejarah tradisi, sampai pada sejarah modern. Ternyata bila dicari dalam cerita tutur atau penulisan sejarah, keterangan mengenai keris banyak yang dapat diketahui. Seperti misalnya dalam ceritera legenda Ajisaka, Pararaton, Babad Tanah Jawi sampai penulisan sejarah modern De Graaf, perang Diponegoro. Bahkan keris masih juga hadir dalam masyarakat modern masa kemerdekaan contohnya panglima besar besar Soedirman dan Bung Karno; sampai kepada pak Harto. Cerita Jawa yang paling tua, yaitu Serat Ajisaka, walaupun ini masih merupakan ceritera tutur yang bersifat legenda menghadirkan keterangan tentang keris. Pada masa Sang Aji Saka telah menjadi raja menguasai tanah Jawa, maka berkenan mengambil pusaka keris yang ditinggalkan di Gunung Kendil, keris itu dibawa dan dikuasakan kepada abdinya yang bernama Sambada. Sang Ajisaka mengutus abdinya yang bernama Dora untuk mengambil pusaka keris itu. Setelah sampai di Gunung Kendhil, Sambada tidak mau memberikan keris pusaka itu, karena dia mendapat pesan dari Sang Ajisaka, bahwa keris itu tidak boleh diberikan kepada siapapapun kecuali sang Aji saka




Maka terjadi percekcokan meningkat menjadi perkelahian, dua abdi tersebut mati bersama. Sang Aji saka telah menunggu lama tetapi utusannya tak kunjung datang, kemudian menyusul ke Gunung Kendhil. Ajisaka kemudian merasa berdosa karena mati bersama, sampyuh.
Maka sebagai peringatan akan dosanya diciptakan aksara yang kelak kemudian menjadi huruf Jawa Ha, na, ca , ra , ka. Da ,ta, sa, wa, la. Pa, da, ja, ya , nya. Ma, ga, ba, tha, nga.
Artinya: Ada utusan, sama–sama berkelahi, sama-sama saktinya, sama- sama menjadi bangkai. (Serat Ajisaka, N.D. halaman 9 –34)

Walaupun serat Ajisaka ini merupakan legenda atau cerita tutur, tetapi cerita ini sampai masa sekarang masih menjadi dasar pandangan masyarakat Jawa atau Bali, ini merupakan mentifact atau facta mental yang masih hidup dalam kehidupan masyarakat sampai masa sekarang.

Ceritera dari Babad Tanah Jawi menyebutkan bahwa Ciung Wanara setelah dewasa diserahkan oleh Ki Buyut untuk mengabdi pada pandai besi istana, setelah tahu cara kerja pandai besi kemudian membuat banyak senjata keris, pedang, kudi, kujang. Kemudian Ciung Wanara membuat tempat tidur kantil yang dibuat dengan terali besi, yang dinamakan Balai Sawo. Setelah itu Ciung Wanara mengabdi pada raja Pajajaran Arya Bangah. Karena banyak berjasa Ciung wanara dianugerahi nama Banyak Wide. Kelak dengan tempat tidur berterali besi ini dapat membalas dendamnya kepada raja Pajajaran Arya Bangah yang kemudian dihanyutkan kesungai Karawang. Ciung Wanara menjadi raja besar di Pajajaran , begelar Harya Banyak Wide. Kemudian berperang dengan adik Arya Bangah yang bernama Jaka Sesuruh. Jaka Sesuruh yang kalah melarikan diri dari Pajajaran menuju ke Jawa Timur. ( Babad Tanah Jawi, Sudibyo ZH, 1980, 17 –24. ).

Dalam serat -serat Panji yang terdiri atas beberapa versi , Panji Inu Kertapati Pangeran dari Kerajaan Jenggala yang kemudian menjadi raja dan dapat menjatuhkan kerajaan Jenggala dan kerajaan Kediri, setelah menjadi raja bergelar Kameswara, adalah seorang yang pandai mengolah curiga, atau bermain silat dengan keris. Walaupun cerita ini sekedar hanya sastra sejarah, atau cerita tutur, cerita Panji pangeran dari Panjalu ini masa lampau menjadi suri tauladan dan menjiwai kehidupan masyarakat Jawa yang agraris feodal. Cerita Panji ini bahkan tersiar sampai Vietnam dan Kamboja. (Poerbotjaroko, 1969, 4. ).

Dalam masa kerajaan di Jawa Timur dari masa Kediri sampai Singhasari sejarah keris tampak kelam , tetapi diketahui bahwa akibat adanya kepercayaan baru yaitu Tantrayana , keris pada masa itu berkembang mencapai bentuknya . Keris yang tadinya berbentuk gemuk pendek berbadan lebar cenderung seperti keris Budha atau Katga pada masa ini berubah ramping walaupun juga masih tampak dempak dan sangkuk. Contohnya keris-keris Jenggala dan Singhasari, dalam relief di Candi Panataran, keris sudah lebih ramping bentuknya ( Wawancara dengan Suprapto Suryodarmo 1986 . ).

Baru dalam kitab Pararaton didapatkan keterangan yang luar biasa tentang keris. Kemelut Tumapel dengan tokoh Ken Angrok seorang rakyat jelata anak Ken Endog yang dipercaya titisan Dewa Brahma , membuat sejarah besar. Kitab Pararaton memberi keterangan yang banyak tentang keris. Karena Ken Angrok jatuh cinta dengan Ken Dedes, wanita yang secara paksa menjadi istri Akuwu Tunggul Ametung. Untuk membunuh tunggul Ametung Ken Angrok memesan keris sakti kepada Empu Gandring, Keris Empu Gandring kemudian mulai memakan korban, pertama adalah Empu Gandring, kemudian Tunggul Ametung, Keboijo , Ken Anggrok sendiri, Panji Anusapati, Panji Tohjaya, dan Ranggawuni. Jadi keris Empu Gandring telah memakan tujuh korban diantaranya Ken Angrok sendiri dan keturunanya. Tetapi Ken Angrok sendiri telah berhasil merebut Kerajaan Singhasari, yang kelak kemudian keturunanya akan meneruskan menjadi raja- raja sesudahnya. Oleh sebab kitab yang memuat ceritera itu disebut kitab Pararaton. Dalam peristiwa ini keris yang merupakan senjata penusuk berperan serta dalam penentuan sejarah. Serat Pararaton yang menghebohkan ini ditemukan ditulis pada keropak atau Ron Tal dalam bahasa Kawi. Ceritera ini menjadi penelitian sarjana Belanda yang bernama Brandes, dan pernah diterjemahkan dalam bahasa Belanda (Mangkudimedjo, 1979 ,25.).

Peristiwa-peristiwa besar yang melibatkan peran keris dalam masa kerajaan Majapahit apabila dikaji dari sejarah formal maupun ceritera tutur akan banyak ditemukan. Raja Jayanegara terbunuh oleh keris Ra Tancha yang masih termasuk keluarga raja atau Darmaputra. Ra Tancha kemudian ditangkap dan dibunuh oleh Gajah mada. Peristiwa ini selanjutnya mengakibatkan Hayam wuruk mewarisi takhta, dan kebesaran kerajaan Majapahit mencapai puncaknya.

Begitu juga dalam ceritera tutur atau babad, banyak peran keris dalam sejarah yang hadir. Cerita Bondan Kejawan atau pangeran Lembu Peteng yang diperintahkan oleh prabu Brawijaya untuk belajar dan mengabdi pada ki Gede Tarub. Sang Prabu memberikan dua keris pusaka. Setelah berkelahi dengan perampok salah satu kerisna patah tetapi mengalami kemenangan. Bondan kejawan ini kemudian dikawinkan dengan putri ki Gede satu-satunya yang benama Nawangsih. Selanjutnya Bondan Kejawan menurunkan sederetan nama besar dalam sejarah masa kerajaan Demak. Cerita ini banyak ditulis dalam Babad Tanah Jawi, Babad Pajang, dan Babad Para Wali

Dalam Babad Tanah Jawi Terdapat sebuah bagian khusus yang memuat banyak keterangan tentang keris yaitu riwayat hidup dari empu-empu pande keris. Dalam babad diceriterakan riwayat empu Supa Gati, Supa Jigja, Supa Driya Supa Pangeran Sendang, empu Pitrang, Empu ki Sura, dan ki Supa Anom.

Dalam babad Tanah Jawi itu diceriterakan tentang raja Majapahit, yang memesan keris pada para empu, begitu juga para Wali yang membuat keris dapur-dapur yang baru. Muncul nama nama keris Pusaka seperti Condong Campur, Sabuk inten, Nagasasra, Sengkelat, Carubuk, Kala Munjeng, pedang Kyai Lawang, Kendali Rangah Macan Guguh, dan lain sebagainya yang kelak menjadi pusaka raja-raja Jawa selanjutnya. Pusaka tersebut sedikit banyak ikut berperan dalam sejarah ( Panji Prawirajuda ; 1984 , 225 –271 ).

Pada masa kerajaan Islam di Demak begitu banyak keterangan tentang keris, dan keris merupakan benda sebagai penentu sejarah. Banyak cerita tutur, serat, babad, bahkan sejarah modern tulisan H.J de Graaf menulis tentang peristiwa pembunuhan, perebutan takhta, dan balas dendam di masa kerajaan Demak. Pembunuhan dengan keris pada masa ini ternyata merajalela. Raja Demak pertama adalah Raden Patah atau Sultan Jim Bun sebenarnya putra Bra Wijaya raja Majapahit, yang dipelihara oleh Harya Damar, adipati Palembang. Setelah Sultan Fatah meninggal digantikan oleh Puteranya yang tertua yaitu Pangeran Sabrang Lor, tetapi pangeran ini meninggal pada masa mudanya, belum menikah dan belum mempunyai putera. Seharusnya yang menggantikan adalah putra yang kedua yaitu Sekar Seda Lepen. Tetapi Sekar Seda Lepen dibunuh ditusuk dengan keris dari belakang, sewaktu pulang dari sholat Jumat di masjid Demak. Sepulang dari sholat Jumat, Seda Lepen dikutit dari belakang dan kemudian ditusuk pingangnya dengan keris. Seda lepen meninggal di tepian sungai, oleh sebab disebut Sekar Seda Lepen . Pembunuhan itu dilakukan oleh seorang prajurit pejineman atau prajurit sandi bernama Surawiyata, orang suruhan atau abdi dari Raden Mukmin, yaitu nama muda Sunan Prawata.

Putera laki laki Sekar Seda Lepen bernama Haryo Penangsang, yang masih kecil diangkat menjadi murid terkasih Sunan Kudus. Haryo Penangsang kelak kemudian setelah menjadi Adipati di Jipang akan membalas dendam. Kerajaan Demak jatuh ke tangan putra ketiga bernama Sultan Trenggana. Tetapi Sultan Trenggana gugur waktu berperang melawan Kerajaan Brang Wetan atau Blambangan di Beteng Panarukan. Yang menggantikan menjadi raja kemudian adalah putra Trenggana yaitu Sunan Prawata. Tetapi masa pemerintahanya dipenuhi oleh kemelut persaingan kekuatan dan perebutan takhta. Harya Penangsang, putra Seda Lepen mulai membalas dendam. Pertama kali yang menjadi korban adalah Sunan Prawata sendiri, sewaktu Sunan Prawata sedang sakit tiduran duduk dipangku atau ”disundang“ oleh Permaisurinya, datanglah dua orang prajurit Sureng yang berhasil menyelinap ke tempat tidurnya. Prajurit sureng suruhan Arya Penangsang ini segera menusuk Sunan Prawata, tusukan begitu kuat sehingga menembus dada sampai kepunggung, permaisuri yang memangkunya ikut tertusuk dan langsung mati. Sunan Prawata yang sakti walaupun terluka belum juga mati . Sunan Prawata meraih kerisnya Kyahi Bethok, dilemparkan kearah prajurit Sureng. Sureng itu hanya tersentuh keris sedikit pada kakinya luka tergores, prajurit Sureng itu kemudian segera mati. Sunan Prawata kemudian mati menebus dosanya karena telah membunuh Sekar Seda lepen.

Harya Penangsang belum puas membalas dendam, maka terjadilah pembunuhan selanjutnya terhadap Sunan Hadiri. Sewaktu Sunan Hadiri dengan isterinya Ratu Kalinyamat melaporkan peristiwa itu dan minta pengadilan pada Sunan Kudus, kepulanganya ke Kalinyamat dihadang oleh prajurit Sureng utusan Harya Penangsang. Sunan Hadiri terbunuh di jalan ditikam dengan keris, namun untungnya Ratu Kalinyamat berhasil selamat. Balas dendam Harya Penangsang juga belum berhenti ingin menumpas habis keturunan Trenggana sampai menantu-menantunya.

Sasaran ketiga adalah Hadiwijaya(Jaka Tingkir), Adipati Pajang, yang merupakan menantu Sultan Trenggana paling muda. Hadiwijaya pada masa itu telah menjadi Adipati di Pajang. Harya Penangsang kembali mengutus dua orang prajurit Sureng untuk membunuh Hadiwijaya. Para Sureng berhasil masuk ke tempat tidur menemukan Hadiwijaya yang baru tidur. Kemudian Sureng itu menusuk dengan keris. Hadiwijaya memang sakti, tidak mempan ditusuk dengan keris, bahkan kedua Sureng terjengkang pingsan karena kibasan kain dodot selimut sakti Hadiwijaya. Para Sureng kemudian diampuni disuruh kembali ke Jipang, bahkan diberi uang yang banyak. Para Sureng kemudian melapor kepada Harya Penangsang, Harya Penangsang marah besar, dan membunuh dua Sureng dengan kerisnya Kyai Brongot Setan Kober karena kedua Sureng telah mempermalukan Penangsang dan gagal dalam melakukan tugas.

Harya Penangsang kemudian gugur ditangan kerabat Sela. Ki gede Pemanahan, Ki gede Penjawi, dan putra Pemanahan, Danang Sutawijaya, yang berperang dengan segala taktik dan tipu daya. Akhirnya Adipati Jipang Harya penagsang gugur. Maka tinggallah hanya satu orang terkuat pewaris kerajaan Demak. Jaka Tingkir atau Adipati Hadiwijaya kemudian menjadi Sultan di Pajang bergelar Sultan Hadiwijaya. ( De Graaf . H J , 1985 , 23-30.).

Pada jaman kerajaan Mataram Islam yang ber ibukota di Kotagede kemudian berpindah ke Plered , sejak pemerintahan Panembahan Senapati sampai Amangkurat Agung, diketahui keterangan yang banyak tentang keris .

Beberapa peristiwa penting terjadi masa Panembahan Senapati mulai berkuasa di Mataram. Pada awal pemerintahan Senapati mulai membangun istana Kotagede, telah membelokkan rombongan Mantri Pemajegan dari daerah Bagelen yang akan menyampaikan hasil pajak daerah Bagelen dan Banyumas ke Pajang. Di Istana Mataram mereka diundang mampir dan dijamu makan-makan besar dan melihat tari–tarian. Ada seorang mantri Pemajegan yang bernama ki Bocor, yang membenci Senapati dan ingin mencoba kesaktiannya. Pada malam hari waktu Panembahan Senapati baru duduk di atas tikar di pendapa, bersantai menghadapi meja pendek, datanglah ki Bocor dari belakang. Dengan cepat ki Bocor menusuk punggung Panembahan Senapati dengan keris pusaka yang bernama Kyai Kebo Dengen. Tetapi setelah ditusuk berkali-kali Panembahan Senapati sama sekali tidak terluka. Ki Bocor kehabisan tenaga dan jatuh duduk berlutut minta ampun. Panembahan Senapati membalik kebelakang dan memaafkan perilaku ki Bocor. Ki Bocor segera pergi, meninggalkan kerisnya yang masih tertancap di tanah. Sejak saat itu para mantri dan pejabat dari Bagelen dan Banyumas sangat kagum dan menghormati Senapati. Peristiwa ini banyak ditulis dalam Babad Tanah Jawi, Babad Pajajaran, dan Babad Baron Sekender. Dari babad Pajajaran diketahui bahwa Mantri Pamajegan Ki Bocor adalah Bebahu desa Bocor di Banyumas, keturunan Pangeran Tole yang membenci Mataram karena mulai berkembang menjadi kota yang ramai ( De Graaf , HJ. 1987 , 73. ).

Peristiwa yang besar sesudah itu menyusul lagi. Pangeran Alit, atau Pangeran Mas saudara ipar sultan Hadiwijaya yang menjabat Adipati Madiun, yang bernama Panembahan Madiun, memberontak terhadap kekuasaan Mataram. Setelah Panembahan Senapati memimpin perang ke Madiun, Adipati Madiun merasa takut karena perajuritnya selalu kalah. Adipati Madiun mundur dan melarikan diri. Kadipaten dipertahankan oleh para prajurit yang dipimpin oleh Retna Jumilah, putri Adipati Madiun yang gagah berani. Panembahan Senapati berhasil menyeberangi bengawan Madiun, langsung memasuki Kadipaten. Kedatangan Senapati di hadapi oleh Retna Jumilah, yang telah siaga dengan para prajuritnya. Retna jumilah membawa keris sakti pusaka Madiun yang bernama Kyahi Gumarang (keris dapur Kala Gumarang adalah keris berdapur sepang dengan sogokan dan grenengan pada kedua kepet ganjana ). Senapati menghentikan para prajurit pengawalnya di bawah pohon beringin, dan sendirian memasuki Pendapa Kadipaten. Kedatangan senapati dihadapi oleh Retna jumilah sendiri. Retna Jumilah menusuk - nusuk Senapati dengan keris Kyahi Gumarang tetapi Senapati tidak terluka sedikitpun. Kemudian Retna Jumilah kehabisan tenaga, berlutut minta ampun. Senapati mengampuni Retna Jumilah, akhirnya Retna Jumilah putri Madiun kemudian diambil sebagai isteri Senapati. Senapati kagum pada kecantikan dan keberaniannya. Sejarah ini banyak ditulis dalam babad, terutama Babad Tanah Jawi, Babad Matawis, dan buku sejarah tulisan De Graaf . Peristiwa ini terjadi pada tahun 1590 ( De Graaf , HJ 1987. ).

Setelah Panembahan Senapati wafat, kemudian berkuasa Susuhunan Seda Krapyak atau Raden mas Jolang bergelar Susuhunan Hadi Hanyakrawati. Digantikan oleh raden Mas Rangsang, yang kemudian menjadi raja besar di Jawa bergelar Sultan Agung Hanyakra Kusuma. Pada masa awal pemerintahanya Sultan Agung mempersiapkan ekspansi ke Jawa Timur, atau daerah Brang Wetan, Sultan Agung mempersiapkan diri melengkapi peralatan perang . Sultan agung mengumpulkan empu–empu dan pande besi yang ada didaerah kekuasaan Mataram. Para empu diharuskan membuat senjara perang, tombak pedang, keris, bahkan sampai meriam Jawa. Ratusan empu dan pandai besi bekerja keras dibawah koordinasi tujuh orang empu ternama (tindih empu pitu). Peristiwa ini disebut sebagai peristiwa Pakelun. Pada masa itu banyak dibuat keris, keris-keris itu dinamakan tangguh Mataram Pakelun. Sampai masa sekarang keris-keris itu masih banyak dijumpai.
Sedangkan meriam yang dibuat masa itu masih dapat dijumpai di keraton Kasunanan Surakarta ( Riya Yasadipura, wawancara 1984 .).

Setelah Berhasil menaklukkan Blambangan sampai Madura, maka terjadi pemberontakan kadipaten Pati, Adipati Pragola II, atau Adipati Pragolapati penguasa daerah Pati memberotak. Dalam cerita tutur Jawa, dikatakan orang orang Pati kebal senjata. Kekebalan itu hanya dapat ditawarkan kalau senjata orang- orang Mataram diberi susuk emas. Setelah rahasia itu diketahui, maka keris Mataram diberi tatahan emas untuk menawarkan kekebalan orang dari Pati. Maka kadipaten Pati segera jatuh dan dikuasai Mataram. Setelah jatuhnya blambangan dan Pati, Sultan Agung berkenan memberi pada para prajurit dan perwira yang berjasa dengan keris bertatah emas. Maka pada masa itu keris-keris penghargaan banyak diberikan kepada para abdi dalem yang berjasa. Keris tanda penghargaan tersebut adalah keris bertatah emas Gajah Singa, Keris Gana Gajah Singa sebenarnya adalah cronogram(sengkalan) tahun jatuhnya Pati. Tatahan emasnya disesuaikan dengan besarnya jabatan atau jasa dari para pahlawan yang ikut berperang menaklukkan Blambangan dan Pati. Tahun keruntuhan Pati menurut catatan Belanda adalah tahun 1627.

Setelah Sultan Agung Surut, maka raja yang menggantikan adalah Susuhunan Amangkurat I atau Amangkurat Agung. Masa pemerintahan Amang -kurat ini diliputi suasana yang mencekam, penuh kekerasan dan pembunuhan. Begitu banak peristiwa sejarah yang melibatkan keris sebagai alat pembunuh.

Pertama kali adalah peristiwa Pangeran Alit. Pangeran Alit sebenarnya adalah adik Sunan sendiri, yang dicurigai akan memberontak karena banyak merekrut dan dicintai para lurah yang menjadi bawahannya. Lurah dan pengikut Pangeran Alit dibunuh satu persatu dengan jalan pembunuhan politis yang rahasia. Karena marah, Pangeran Alit memprotes dengan datang di Alun-alun Plered membawa para lurah yang hanya sedikit jumlahnya. Terjadi perkelahian di alun-alun, para lurah bayak yang terbunuh. Pangeran Alit kemudian mengamuk di alun-alun dengan kerisnya yang sakti. Beberapa orang telah menjadi korban keris Pangeran Alit. Demang Malaya atau juga disebut Cakraningrat I dari Madura membujuk agar Pangeran Alit menghentikan pertumpahan darah, berlutut dihadapan Pangeran Alit dan memohon dengan menangis. Karena marah yang tak tekendalikan, Demang Malaya ditusuk keris lehernya oleh Pangeran Alit, Demang Malaya meninggal seketika. Pengikut Demang Malaya kemudian mengeroyok Pangeran Alit, sampai Pangeran Alit gugur . Orang-orang Madura yang mengeroyok Pangeran Alit juga dibunuh dengan keris oleh Prajurit Amangkurat. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1647 Masehi menurut catatan Belanda ( De Graaf, 1987, 34-36.).

Peristiwa kedua adalah pembunuhan kaum ulama. Amangkurat Agung selalu curiga dan khawatir terhadap para ulama, yang masa itu jumlah dan pengaruhnya semakin besar di kerajaan Mataram. Maka Amangkurat Agung menugaskan empat orang terkemuka membentuk kesatuan prajurit rahasia khusus, yang menyelidiki kaum ulama terkemuka di wilayah Mataram. Setiap jumat para perajurit rahasia ini mengutit para ulama ang sedang sholat Jumat. Setelah sholat Jumat, dibunyikan meriam Sapujagad sebagai tanda rahasia. Maka pada saat per tanda itu ratusan bahkan ribuan santri dan ulama dihabisi dengan keris. Meriam besar sebagai tanda itu sebenarnya bernama Kyahi Pancawara dibuat masa Sultan Agung, yang kemudian diganti nama dengan Kyahi Sapu Jagad. Meriam besar itu masih dapat dilihat sampai sekarang terdapat di muka Pagelaran Alun-alun utara Kraton Surakarta, Peristiwa ini tidak tertulis pada ceritera tutur dan babad Jawa, tetapi terdapat pada sejarah Banten, Cirebon dan Belanda. Peristiwa ini terjadi kira-kira seputar tahun 1648 (De Graaf, 1987, 35-37.).

Peristiwa ketiga adalah pembunuhan Kai Dalem. Kyai Wayah di Pajang adalah seorang dhalang Wayang Gedhog yang mempunyai anak yang amat cantik tapi sudah bersuami. Suami anak Ki Wayah benama Kyahi Dalem. Sunan menginginkan wanita tersebut menjadi isterinya. Sekonyong-konyong Ki Dalem meninggal terbunuh oleh keris, dan tidak ketahuan pembunuhnya. Wanita istri ki Dalem kemudian diboyong ke kraton dan dinikahi Sunan Amangkurat walaupun telah hamil dua bulan. Wanita cantik ini kemudian terkenal sebagai Ratu Mas Malang yang kemudian meninggal ,dicurigai telah diracun. Sunan setelah kematian Ratu Malang menjadi tertekan jiwanya seperti orang tidak waras. Bersama kematian Ratu Malang telah dihukum mati 43 orang wanita dayang, pelayan, emban dari keputren, sebagai hukuman karena keteledoran mereka melayani Ratu Malang (De Graaf; 1987, 18-24.).

Peristiwa besar terjadi lagi, gudang mesiu Mataram meledak menimbulkan malapetaka dan kematian yang banyak. Yang dituduh bertanggung jawab atas meledaknya gudang peluru tersebut adalah Raden Wiramenggala atau Riya menggala dan Raden Tanureksa. Bersama kerabat mereka sejumlah 27 orang mereka dihukum mati dengan ditusuk keris. Lebih menyedihkan lagi Raden Wiramenggala yang diperintah membunuh adalah kakanya sendiri, yaitu Pangeran Purbaya. Peristiwa ini terjadi pada pertengahan tahun 1670 ( De Graaf , 1987 27-28 ). Beberapa babad telah menuliskan peristiwa itu, yaitu Babad Tanah Jawi, Babad Momana, dan catatan Belanda.

Peristiwa lain adalah pembunuhan Pangeran Selarong, Pangeran Selarong adalah putra Sunan Seda Krapyak dengan Putri Lungayu dari Ponorogo. Karena Pangeran Selarong dituduh menggunakan racun Anglung Upas, maka Pangeran Selarong dihukum mati dengan ditusuk keris, peristiwa ini terjadi didesa Bareng, Kuwel(dekat Delanggu ) pada tahun 1669. Peristiwa itu ditulis dalam Sedjarah Dalem, Babad Momana, Babad Tanah Jawi dan catatan atau laporan Van Goens kepada Gubernur Jendral di Batavia.

Peristiwa kekejaman dengan keris muncul lagi, raja mempunyai simpanan gadis kecil yang sangat cantik namanya Rara Oyi. Karena belum haid, maka gadis cantik itu dititipkan kepada Pangeran Pekik, Adipati Surabaya. Sampai nanti dewasa akan dijadikan isteri. Pangeran Pekik kemudian menyuruh Ngabehi Wirareja dan keluarganya untuk mengasuh anak gadis itu. Setelah menanjak dewasa Rara Oyi yang sangat cantik kebetulan berjumpa dengan Pangeran Adipati Anom, putera raja. Pangeran Adipati Anom segera jatuh cinta pada Rara Oyi. Rara Oyi kemudian dilarikan Pangeran Adipati Anom. Amangkurat Agung sangat murka, memerintahkan membunuh Pangeran Pekik dengan seluruh keluarganya, sejumlah 40 orang, Mereka dihukum mati dengan ditusuk keris. Wirareja juga dihukum mati beserta keluarganya jumlah korban dalam peristiwa ini adalah 60 Orang. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1670.

Betapun pada masa pemerintahan Amangkurat I telah sering terjadi pembunuhan pembunuhan dengan keris. Ketidak puasan, ketakutan, dan keresahan menyelimuti Mataram, dan akhirnya terjadi Pemberontakan Trunajaya yang bersekutu dengan mertuanya Pangeran Kajoran, sehingga kerajaan Mataram menjadi runtuh dan Amangkurat melarikan diri, wafat di Tegalwangi.

Setelah Wafatnya Amangkurat Agung di Tegalwangi, maka Pangeran Adipati Anom menjadi raja. Amangkurat II atau Amangkurat Amral(Admiral) memindah kan ibukota mataram ke Wana Karta, kemudian diganti nama Kartasura. Amangkurat Amral berhasil mengalahkan Pemberontak Trunajaya dengan bantuan Kompeni dan para adipati. Trunajaya ditangkap di Gunung Antang Kediri. Trunajaya ditawan dibawa ke Surabaya, di Alun-alun Amangkurat Admiral menghukum Trunajaya dengan keris Kyahi Blabar. Maka berakhirlah pemberontakan Trunajaya (Sudibjo ZH. 1980, 250- 252)

Masih begitu banyak peran keris dalam sejarah, misalnya Untung Surapati yang selalu membawa keris kecil yang disembunyikan dalam cadik untaian daun sirih, apabila berjumpa dengan Belanda cadik itu disabetkan pada orang Belanda, dan karena kesaktian keris, orang Belanda itu mati. Begitu juga Paku Buwana II telah memberikan keris Kyahi Kopek kepada pangeran Mangkubumi yang kemudian menjadi Sultan Hamengku Buwana I di Kasultanan Yogyakarta. Ini tertulis dengan jelas pada sejarah sesudah perjanjian Gianti. Keris Kyahi Kopek menjadi lambang pengakuan kedaulatan Kasultanan Yogyakarta oleh Paku Buwana II.

Pangeran Diponegoro, yang mengorbankan perang Jawa ( Java oorlog 1825-1830 ), selalu memakai dan membawa keris pusaka dipinggangnya. Dalam gambar kuno akan selalu tampak Diponegoro memakai keris warangka gayaman gaya Yogyakarta (Muhammad Yamin; 1956, 27.).

Bagaimanapun juga keris keris tunggul, dan pusaka kraton Jawa tetunya mempunai karisma sendiri-sendiri, kedudukanya, dan sejarahnya masing-masing. Sejarawan keris masih harus banyak menggali latar belakang dan sejarah tentang keris–keris pusaka seperti, Kyai Joko Piturun, Kyai Mahesa Nempuh, Kyahi Mega Mendhung, Kyahi Banjir, Kyai Babar Layar, Kanjeng Ki ageng, Kyahi Kebo Nengah, Kyai Karawelang, dan masih banyak lagi keris pusaka yang harus dikaji sejarahnya lebih lanjut.

Keris juga masih saja berperan, dan muncul dalam sejarah modern . Pada masa revolusi fisik , Panglima Besar Sudirman memimpin perang gerilya melawan pendudukan Belanda. Jendral Sudirman tidak memakai seragam militer modern dengan pistol atau senapan. Jendral Sudirman justru memakai udheng ikat kepala, dan memakai jubah di pinggangnya terselip keris. Jendral Soedirman lebih suka memakai pakaian rakyat seperti pendeta atau kyai pedesaan, karena akan terasa lebih akrab berintegrasi dengan rakyat pedesaan (Roto Suwarno, 1985, 80, 103, 146).

Bung Karno, Presiden pertama Republik Indonesia, pada masa kejayaanya selalu membawa keris. Keris yang dibawa Bung Karno sebenarnya bukan keris melainkan pedang suduk yang memakai ganja, atau keris dapur Cengkrong yang diberi warangka perak yang ditatah. Menurut ceritera pedang tangguh Belambangan itu pusaka dari ayah Bung Karno. Raden Mas Sosro pemberian Sunan Paku Buwana X. Menurut kepercayaan pada masa itu, Bung Karno menjadi sangat berani, berwibawa dan ditakuti, karena pusaka kerisnya. Keris atau pedang suduk ini sering terlihat pada foto–foto Bung Karno.

Pak Harto, semasa menjadi Presiden Republik Indonesia, dalam hubungan diplomasi dengan negara sahabat, sering memberikan tanda mata untuk kepala negara atau wakil negara sahabat cideramata berupa keris. Keris yang diberikan adalah keris Bali dan ada juga keris Jawa. Peristiwa ini berlangsung berkali-kali, dan pada masa itu sering ditayangkan oleh media massa.

Begitu banyaknya peran keris dalam sejarah bangsa ini, tulisan ini dibuat sebenarnya hanya menghadirkan serba sedikit peran keris dalam sejarah dari bagian besar sejarah bangsa Indonesia. Untuk mengkajinya diperlukan waktu yang panjang, tenaga dan biaya yang besar. Tentunya para ahli dan pecinta keris sangat memaklumi masalah itu. Terlebih lagi masa kini, keris sudah dianggap menjadi milik dunia.

Kembali ke atas




 

Istilah

 

Dalam budaya perkerisan ada sejumlah istilah yang terdengar asing bagi orang awam.. Pemahaman akan istilah-istilah ini akan sangat berguna dalam proses mendalami pengetahuan mengenai keris. Istilah dalam dunia keris, khususnya di Pulau Jawa, yang sering dipakai: angsar, dapur, pamor, perabot, tangguh, tanjeg, dan lain sebagainya.
Di bawah ini adalah uraian singkat yang disusun secara alfabetik mengenai istilah perkerisan. Istilah ini lazim digunakan di Pulau Jawa dan Madura, tetapi dimengerti dan kadang kala juga digunakan di daerah lainnya, seperti Sulawesi, Sumatra, dan bahkan di Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam.


Angsar

adalah daya kesaktian yang dipercaya oleh sebagian orang terdapat pada sebilah keris. Daya kesaktian atau daya gaib itu tidak terlihat, tetapi dapat dirasakan oleh orang yang percaya. Angsar dapat berpengaruh baik atau posistif, bisa pula sebaliknya.

Pada dasarnya, semua keris ber-angsar baik. Tetapi kadang-kadang, angsar yang baik itu belum tentu cocok bagi setiap orang. Misalnya, keris yang angsar-nya baik untuk seorang prajurit, hampir pasti tidak cocok bila dimiliki oleh seorang pedagang. Keris yang angsar-nya baik untuk seorang pemimpin yang punya banyak anak buah, tidak sesuai bagi pegawai berpangkat rendah.
Guna mengetahui angsar keris, diperlukan ilmu tanjeg. Sedangkan untuk mengetahui cocok dan tidaknya seseorang dengan angsar sebuah keris, diperlukan ilmu tayuh.


Dapur 

Adalah istilah yang digunakan untuk menyebut nama bentuk atau type bilah keris. Dengan menyebut nama dapur keris, orang yang telah paham akan langsung tahu, bentuk keris yang seperti apa yang dimaksud. Misalnya, seseorang mengatakan: "Keris itu ber-dapur Tilam Upih", maka yang mendengar langsung tahu, bahwa keris yang dimaksud adalah keris lurus, bukan keris yang memakai luk. Lain lagi kalau disebut dapur-nya Sabuk Inten, maka itu pasti keris yang ber-luk sebelas.

Dunia perkerisan di masyarakat suku bangsa Jawa mengenal lebih dari 145 macam dapur keris. Namun dari jumlah itu, yang dianggap sebagai dapur keris yang baku atau mengikuti pakem hanya sekitar 120 macam saja.
Serat Centini, salah satu sumber tertulis, yang dapat dianggap sebagai pedoman dapur keris yang pakem memuat rincian jumlah dapur keris sbb:

Keris lurus ada 40 macam dapur. Keris luk tiga ada 11 macam. Keris luk lima ada 12 macam. Keris luk tujuh ada 8 macam. Keris luk sembilan ada 13 macam. Keris luk tujuh ada 8 macam. Keris luk sembilan ada 13 macam. Keris luk sebelas ada 10 macam. Keris luk tigabelas ada 11 macam. Keris luk limabelas ada 3 macam. Keris luk tujuhbelas ada 2 macam. Keris luk sembilan belas, sampai luk duapuluh sembilan masing-masing ada semacam.

Namun, menurut manuskrip Sejarah Empu, karya Pangeran Wijil, jumlah dapur yang dianggap pakem lebih banyak lagi. Catatan itu menunjukkan dapur keris lurus ada 44 macam, yang luk tiga ada 13 macam, luk sebelas ada 10 macam, luk tigabelas ada11 macam, luk limabelas ada 6 macam, luk tujuhbelas ada 2 macam, luk sembilanbelas sampai luk duapuluh sembilan ada dua macam, dan luk tigapuluh lima ada semacam.
Jumlah dapur yang dikenal sampai dengan dekade tahun 1990-an, lebih banyak lagi.


Luk

Istilah ini digunakan untuk bilah keris yang tidak lurus, tetapi berkelok atau berlekuk. Luk pada keris selalu gasal, tidak pernah genap. Hitungannya mulai dari luk tiga, sampai luk tigabelas. Itu keris yang normal. Jika luknya lebih dari 13, dianggap sebagai keris yang tidak normal, dan disebut keris kalawijan atau palawijan.

Jumlah luk pada keris selalu gasal, tidak pernah genap. Selain itu, irama luk keris dibagi menjadi tiga golongan. Pertama, luk yang kemba atau samar. Kedua, luk yang sedeng atau sedang. Dan ketiga, luk yang rengkol -- yakni yang irama luknya tegas


Mas kawin

Dalam dunia perkerisan adalah pembayaran sejumlah uang atau barang lain, sebagai syarat transaksi atau pemindahan hak milik atas sebilah keris, pedang, atau tombak. Dengan kata yang sederhana, mas kawin atau mahar adalah harga.

Istilah mas kawin atau mahar ini timbul karena dalam masyarakat perkerisan terdapat kepercayaan bahwa isi sebilah keris harus cocok atau jodoh dengan pemiliknya. Jika isi keris itu jodoh, si pemilik akan mendapat keberuntungan, sedangkan kalau tidak maka kesialan yang akan diperoleh. Dunia perkerisan juga mengenal istilah melamar, bilamana seseorang berminat hendak membeli sebuah keris


Mendak

Adalah sebutan bagi cincin keris, yang berlaku di Pulau Jawa, Bali, dan Madura. Di daerah lain biasanya digunakan istilah cincin keris. Mendak hampir selalu dibuat dari bahan logam: emas, perak, kuningan, atau tembaga. Banyak di antaranya yang dipermewah dengan intan atau berlian. Pada zaman dulu ada juga mendak yang dibuat dari besi berpamor.

Selain sebagai hiasan kemewahan, mendak juga berfungsi sebagai pembatas antara bagian hulu keris atau ukiran dengan bagian warangka.


Pamor

Pamor dalam dunia perkerisan memiliki 3 (tiga) macam pengertian.


1.Pamor yang menyangkut bahan pembuatannya; misalnya: pamor meteorit, pamor Luwu, pamor nikel, dan pamor sanak.
2.Pamor yang menyangkut soal bentuk gambaran atau pola bentuknya. Misalnya: pamor Ngulit Semangka, Beras Wutah, Ri Wader, Adeg, dan sebagainya.
3.Pamor yang menyangkut soal teknik pembuatannya, misalnya: pamor mlumah, pamor miring, dan pamor puntiran.
Pamor mlumah adalah lapisan-lapisan pamornya mendatar sejajar dengan permukaan tosan aji sedangkan pamor miring lapisan pamornya tegak lurus permukaan bilah.



Selain itu, ditinjau dari niat sang empu, pola pamor yang terjadi masih dibagi lagi menjadi dua golongan. Kalau sang empu membuat pamor keris tanpa merekayasa polanya, maka pola pamor yang terjadi disebut pamor tiban. Orang akan menganggap bentuk pola pamor itu terjadi karena anugerah Tuhan. Sebaliknya, jika sang empu lebih dulu membuat rekayasa pla pamornya, disebut pamor rekan [rékan berasal dari kata réka = rekayasa]. Contoh pamor tiban, misalnya: Beras wutah, Ngulit Semangka, Pulo Tirta. Contoh pamor rekan, misalnya: Udan Mas, Ron Genduru, Blarak Sinered, dan Untu Walang.

Ada lagi yang disebut pamor titipan atau pamor ceblokan, yakni pamor yang disusulkan pembuatannya, setelah bilah keris selesai 90 persen. Pola pamor itu disusulkan pada akhir proses pembuatan keris. Contohnya, pamor Kul Buntet, Batu Lapak, dll.


Pendok 

Berfungsi sebagai pelindung atau pelapis gandar, yaitu bagian warangka keris yang terbuat dari kayu lunak. Namun fungsi pelindung itu kemudian beralih menjadi sarana penampil kemewahan. Pendok yang sederhana biasanya terbuat dari kuningan atau tembaga, tetapi yang mewah terbuat dari perak atau emas bertatah intan berlian.

Bentuk pendok ada beberapa macam, yakni pendok bunton, blewehan, slorok, dan topengan.


Perabot

Dalam dunia perkerisan, asesoris bilah keris disebut perabot keris. Perlengkapan atau asesoris itu meliputi warangka atau sarung keris, ukiran atau hulu keris, mendak atau cincin keris, selut atau pedongkok, dan pendok atau logam pelapis warangka.



Ricikan

Adalah bagian-bagian atau komponen bilah keris atau tombak. Masing-masing ricikan keris ada namanya. Dalam dunia perkerisan soal ricikan ini penting, karena sangat erat kaitannya dengan soal dapur dan tangguh keris.

Sebilah keris ber-dapur Jalak Sangu Tumpeng tanda-tandanya adalah berbilah lurus, memakai gandik polos, pejetan, sogokan rangkap, tikel alis, dan tingil. Gandik polos, pejetan, sogokan rangkap, tikel alis, dan tingil, adalah komponen keris yang disebut ricikan..


Selut 

Seperti mendak, terbuat dari emas atau perak, bertatahkan permata. Tetapi fungsi selut terbatas hanya sebagai hiasan yang menampilkan kemewahan. Dilihat dari bentuk dan ukurannya, selut terbagi menjadi dua jenis, yaitu selut njeruk pecel yang ukurannya kecil, dan selut njeruk keprok yang lebih besar.

Sebagai catatan; pada tahun 2001, selut nyeruk keprok yang bermata berlian harganya dapat mencapai lebih dari
Rp. 20 juta! Karena dianggap terlalu menampilkan kemewahan, tidak setiap orang mau mengenakan keris dengan hiasan selut.


Tangguh 

Tangguh arti harfiahnya adalah perkiraan atau taksiran. Dalam dunia perkerisan maksudnya adalah perkiraan zaman pembuatan bilah keris, perkiraan tempat pembuatan, atau gaya pembuatannya. Karena hanya merupakan perkiraan, me-nangguh keris bisa saja salah atau keliru. Kalau sebilah keris disebut tangguh Blambangan, padahal sebenarnya tangguh Majapahit, orang akan memaklumi kekeliruan tersebut, karena bentuk keris dari kedua tangguh itu memang mirip. Tetapi jika sebuah keris buatan baru di-tangguh keris Jenggala, maka jelas ia bukan seorang ahli tangguh yang baik.

Walaupun sebuah perkiraan, tidak sembarang orang bisa menentukan tangguh keris. Untuk itu ia perlu belajar dari seorang ahli tangguh, dan mengamati secara cermat ribuan bilah keris. Ia juga harus memiliki photographic memory yang kuat.

Mas Ngabehi Wirasoekadga, abdidalem Keraton Kasunanan Surakarta, dalam bukunya Panangguhing Duwung (Sadubudi, Solo, 1955) membagi tangguh keris menjadi 20 tangguh. Ia tidak menyebut tentang tangguh Yogyakarta, melainkan tangguh Ngenta-enta, yang terletak di dekat Yogya. Keduapuluh tangguh itu adalah:
1. Pajajaran
2. Tuban
3. Madura
4. Blambangan
5. Majapahit
6. Sedayu
7. Jenu
8. Tiris-dayu
9. Setra-banyu
10. Madiun
11. Demak
12. Kudus
13. Cirebon
14. Pajang
15. Pajang
16. Mataram
17. Ngenta-enta, Yogyakarta
18. Kartasura
19. Surakarta
Keris Buda dan tangguh kabudan, walaupun di kenal masyarakat secara luas, tidak dimasukan dalam buku buku yang memuat soal tangguh. Mungkin, karena dapur keris yang di anggap masuk dalam tangguh Kabudan dan hanya sedikit, hanya dua macam bentuk, yakni jalak buda dan betok buda.

Sementara itu Bambang Harsrinuksmo dalam Ensiklopedi Keris (Gramedia, Jakarta 2004) membagi periodisasi keris menjadi 22 tangguh, yaitu:
1. Tangguh Segaluh
2. Tangguh Pajajaran
3. Tangguh Kahuripan
4. Tangguh Jenggala
5. Tangguh Singasari
6. Tangguh Majapahit
7. Tangguh Madura
8. Tangguh Blambangan
9. Tangguh Sedayu
10. Tangguh Tuban
11. Tangguh Sendang
12. Tangguh Pengging
13. Tangguh Demak
14. Tangguh Panjang
15. Tangguh Madiun
16. Tangguh Koripan
17. Tangguh Mataram Senopaten
18. Mataram Sultan Agung
19. Mataram Amangkuratan
20. Tangguh Cirebon
21. Tangguh Surakarta
22. Tangguh Yogyakarta
Ada lagi sebuah periode keris yang amat mudah di-tangguh, yakni tangguh Buda. Keris Buda mudah dikenali karena bilahnya selalu pendek, lebar, tebal, dan berat. Yang sulit membedakannya adalah antara yang asli dan yang palsu.


Tanjeg

Adalah perkiraan manfaat atau tuah keris, tombak, atau tosan aji lainnya. Sebagian pecinta keris percaya bahwa keris memiliki 'isi' yang disebut angsar. Kegunaan atau manfaat angsar keris ini banyak macamnya. Ada yang menambah rasa percaya diri, ada yang membuat lebih luwes dalam pergaulan, ada yang membuat nasihatnya di dengar orang. Untuk mengetahui segala manfaat angsar itu, diperlukan ilmu tanjeg. Dalam dunia perkerisan, ilmu tanjeg termasuk esoteri keris.



Tayuh

Merupakan perkiraan tentang cocok atau tidaknya, angsar sebilah keris dengan (calon) pemiliknya. Sebelum memutuskan, apakah keris itu akan dibeli (dibayar mas kawinnya), si peminat biasanya terlebih dulu akan me- tayuh atas keris itu. Tujuannya untuk mengetahui, apakah keris itu cocok atau berjodoh dengan dirinya.



Ukiran

Kata ukiran dalam dunia perkerisan adalah gagang atau hilt. Berbeda artinya dari kata 'ukiran' dalam bahasa Indonesia yang padanannya ialah carved atau engraved. Gagang keris di Bali disebut danganan, di Madura disebut landheyan, di Surakarta disebut jejeran, di Yogyakarta disebut deder. Sedangkan daerah lain di Indonesia dan Malaysia, Singapura, serta Brunei Darussalam disebut hulu keris.

Javakeris memakai istilah ukiran dan hulu keris mengingat semua daerah itu juga mengenal dan memahami arti kata ukiran dalam perkerisan. Bentuk ukiran atau hulu keris di setiap daerah berbeda satu sama lain.

Di bawah ini adalah contoh bentuk hulu keris dari beberapa daerah.

Warangka

Atau sarung keris kebanyakan terbuat dari kayu yang berserat dan bertekstur indah. Namun di beberapa daerah ada juga warangka keris yang dibuat dari gading, tanduk kerbau, dan bahkan dari fosil binatang purba. Warangka keris selalu dibuat indah dan sering kali juga mewah. Itulah sebabnya, warangka juga dapat digunakan untuk memperlihatkan status sosial ekonomi pemiliknya.

Bentuk warangka keris berbeda antara satu daerah dengan lainnya. Bahkan pada satu daerah seringkali terdapat beberapa macam bentuk warangka. Perbedaan bentuk warangka ini membuat orang mudah membedakan, sekaligus mengenali keris-keris yang berasal dari Bali, Palembang, Riau, Madura, Jawa, Bugis, Bima, atau Malaysia.

Berikut adalah jenis-jenis warangka dari berbagai daerah perkerisan:


Warangka Surakarta

Biasanya terbuat dari kayu cendana wangi atau cendana Sumbawa (sandalwood - Santalum Album L.) Pilihan kedua adalah kayu trembalo, setelah itu kayu timaha pelet.

Warangka ladrang terbagi menjadi empat wanda utama, yaitu Ladrang Kasatriyan, Ladrang Kadipaten, Ladrang Capu, dan Ladrang Kacir. Dua wanda yang terakhir sudah jarang dibuat, sehingga kini menjadi langka.
Warangka ladrang adalah jenis warangka yang dikenakan untuk menghadiri suatu upacara, pesta, dan si pemakai tidak sedang melaksanakan suatu tugas. Bila dibandingkan pada pakaian militer, warangka ladrang tergolong Pakaian Dinas Upacara (PDU).

Selain ladrang, di Surakarta juga ada warangka gayaman, yang dikenakan pada saat orang sedang melakukan suatu tugas. Misalnya, sedang menjadi panitia pernikahan, sedang menabuh gamelan, atau sedang mendalang. Prajurit keraton yang sedang bertugas selalu mengenakan keris dengan warangka gayaman.

Warangka gayaman Surakarta juga ada beberapa jenis, di antaranya: Gayaman Gandon, Gayaman Pelokan, Gayaman Ladrang, Gayaman Bancigan, Gayaman Wayang.

Jenis warangka yang ketiga adalah warangka Sandang Walikat. Bentuknya sederhana dan tidak gampang rusak. Warangka jenis inilah yang digunakan manakala seseorang membawa (bukan mengenakan) sebilah keris dalam perjalanan.


Warangka Yogyakarta

Bentuk warangka di Yogyakarta mirip dengan Surakarta, hanya ukurannya agak lebih kecil, gayanya lebih singset. Yang bentuknya serupa dengan warangka ladrang, di Yogyakarta disebut branggah. Kayu pembuat warangka branggah di Yogyakarta adalah kayu trembalo dan timaha. Sebenarnya penggunaan warangka branggah di Yogyakarta sama dengan warangka ladrang di Surakarta, tetapi beberapa dekade ini norma itu sudah tidak terlalu ketat di masyarakat.

Jenis bentuk warangka Yogyakarta lainnya adalah gayaman. Dulu ada lebih kurang delapan jenis warangka gayaman, tetapi kini hanya dua jenis wanda warangka yang populer, yakni gayaman ngabehan dan gayaman banaran. Warangka gayaman dikenakan pada saat seseorang tidak sedang mengikuti suatu upacara.
Jenis bentuk warangka yang ketiga adalah sandang walikat, yang boleh dibilang sama bentuknya dengan sandang walikat gaya Surakarta.

Kembali ke atas




Menjamas

 

Tidak sembarang orang bisa memandikan atau dalam istilah Jawa menjamasi pusaka. Meskipun siapapun boleh, namun butuh kualifikasi tertentu bagi mereka bisa menjamasi pusaka.

Menjamas pusaka bukanlah pekerjaan yang gampang dilakukan, tanpa pengetahuan yang memadai, pusaka kesayangan justru bisa menjadi rusak.

Perlu diketahui bahwa sebelum menjamas keris atau tosan aji, sebaiknya kita mohonkan kepada Allah SWT, semoga Mpu pembuat keris atau tosan aji yang mau kita jamasi dapat diterima amal ibadahnya.

Proses untuk menjamas pusaka cukup panjang, mulai dari membersihkan karat, memutihkan, hingga memberikan warangan.

Untuk membersihkan karat, biasanya pusaka direndam dengan air kelapa, jika karatnya lumayan banyak, proses perendaman bisa memakan waktu beberapa hari

proses dilanjutkan dengan memutihkan pusaka dengan membersihkan pori-pori benda pusaka menggunakan air sabun dicampur jeruk nipis.

proses berikutnya memberikan warangan untuk mengeluarkan pamor atau ukiran pada badan keris. Cairan warangan dibuat dengan batu kristal khusus yang bahannya berasal dari Cina.

Setelah direndam warangan selama sekitar satu jam, barulah pusaka akan tampak indah dan keluar pamornya.’

Pamor inilah salah satu yang utama untuk menentukan kualitas sebuah pusaka.

Kembali ke atas




Merawat

 

Merawat keris tidak semudah apa yang diperkirakan orang.
Agar keris sebagai pusaka akan tetap awet dan terawat dengan baik, ada beberapa tips yang harus dilakukan.

Perawatan Keris :


1. Sebaiknya Keris dibersihkan minimal setiap satu tahun sekali, hal ini seperti yang dilakukan pihak keraton, bisa dilakukan pada bulan Besar, Sura atau Maulud, atau juga bulan yang lain yang anda sukai, ini tergantung dari kepercayaan kita masing-masing.

Pembersihan ini secara menyeluruh baik eksoteri maupun isoteri. Pembersihan ini dimaksudkan agar selama satu tahun penyimpanan keris ditempat kita jika mungkin ada karat yang menempel maka harus segera dibersihkan dan dihilangkan agar tidak merusak keris tersebut.

Proses ini bisa mulai dari memutihkan kemudian mewarangi dan memiyaki keris, namun jika keris tidak berkarat maka cukup dibilas dengan air bersih lalu dikeringkan dan diminyaki kembali.


2. Keris dibersihkan tiap bulan sekali dengan cara mengolesi bilah keris dengan minyak yang bebas dari alkhohol. hal ini dimaksudkan agar sumber karat yang melekat pada besi keris hilang. Jenis minyak dapat menggunakan campuran dari minyak cendana, melati dan kenanga atau sesuai selera masing-masing.


3. Menyimpan keris yang benar didalam rumah harus juga memperhatikan beberapa hal, seperti tinggi tempat penyimpanan, lembab tidaknya tempat penyimpanan dan cocok tidaknya tempat penyimpanan. Kenapa tempat penyimpanan harus tinggi? Hal ini dimaksudkan agar anak-anak kita tidak dengan mudah menjangkaunya, bagaimanapun juga keris adalah benda tajam yang berbahaya.
Kembali ke atas




Tuah

 

Banyak penggemar keris yang mengkaitkan nama dan motif pamor dengan tuah keris.Jika orang ingin tahu apa tuah atau manfaat keris itu, yang pertama kali dilihat adalah pamornya. Itulah sebabnya, mengapa di kalangan penggemar keris timbul istilah ‘membaca pamor’. Mereka menganggap bahwa tuah keris dapat dibaca dari pamornya.

Pamor tiban
Pamor yang muncul dianggap sebagai pertanda dari Tuhan mengenai isi dan tuah keris itu. Jadi, motif atau pola yang tergambar pada pamor itu dianggap sebagai petunjuk untuk memperkirakan baik buruknya keris itu, sekaligus juga memperkirakan tuah apa yang terkandung di dalamnya.

Pamor rekan 
Pamor itu akan direka oleh Sang Empu sedemikian rupa sehingga bentuk gambarannya sesuai dengan niat empu, yang dirupakan dalam doa dan mantera yang diucapkannya.

Misalnya, jika Sang Empu menginginkan keris buatannya mempermudah si pemilik untuk mencari rezeki, ia akan membuat pamor Udan Mas, Sumber mas,Pancuran Mas, Tumpuk, atau Mrutu Sewu. Tetapi jika si empu ingin agar keris buatannya bisa menambah kewibawaan pemiliknya, empu itu akan membuat keris dengan pamor Naga Rangsang, Ri Wader, Raja Abala Raja, dan yang sejenis dengan itu.

Dalam budaya Jawa,bentuk-bentuk tertentu membawa perlambang maksud dan harapan. Bentuk bulatan, lingkaran, garis lengkung, atau gambaran yang memberikan kesan lumer, kental, tidak kaku, melambangkan keduniawian atau kemakmuran duniawi, kekayaan, rejeki, keberuntungan, pangkat, dan yang semacam dengan itu.

Bentuk gambaran garis yang menyudut, segi, patahan, seperti segi tiga, segi empat, dan yang serupa dengan itu, dianggap sebagai lambang harapan akan ketahanan atau daya tangkal terhadap godaan, gangguan, serangan, baik secara fisik maupun nonfisik.

Jika gambaran itu dirupakan dalam bentuk pamor, itu melambangkan harapan akan kesaktian dan kadigdayan.

Bentuk garis lurus yang membujur atau melintang, atau diagonal, dipercaya sebagai lambang harapan akan kemampuan untuk mengatasi atau menangkal segala sesuatu yang tidak diharapkan.

Misalnya pada pamor Adeg, dianggap pamor yang diharapkan kegunaannya untuk menolak bala, menangkal guna-guna dan gangguan makhluk halus, menghindarkan bahaya angin ribut dan badai, terhindar dari gangguan binatang buas dan binatang berbisa, .

Karena itulah, empu dapat dikatakan sebagai seseorang yang memahami bahasa perlambang, dan menggunakan gambaran pamor sebagai media komunikasi.


Simbolik wayang dalam dunia perkerisan

Ada kaitan antara dunia pewayangan dan dunia perkerisan, yang sebagian besar menyangkut "dapur" atau bilah keris, antara lain:

Semar Tinandhu: cocok untuk meningkatkan kedudukan sosial.
Semar Pethak atau Semar Matak Aji: cocok untuk mencari ilmu
Karno Tinandhing dengan dua kembang-kacang yang bertolak belakang.
Bimo Kurdo (keris luk 15): cocok untuk melawan musuh.
Anoman (keris luk 5): cocok untuk kesaktian/perajurit.
Buto Ijo (keris luk 9 dan 13): cocok untuk seniman.
Indrajit (keris luk 21): cocok untuk kekebalan.
Trisirah/Trimurda (keris luk 19): cocok untuk kekebalan.
dan lain-lainnya.

Juga "dapur/pamor" yang lainnya dianggap  dapat memiliki khasiat/tuah, misalnya:

Dapur Tilam Upih (lurus) : cocok untuk pujangga-Ulama.
Dapur Tilam Sari (lurus) : cocok untuk Raja-Ulama.
Dapur Jalak Sangu Tumpeng (lurus) : cocok untuk mencari rezeki.
Dapur Brojol (lurus) : cocok untuk dukun bayi-seniman.
Dapur Betok/Jangkung (luk 3) : cocok untuk keselamatan.
Dapur Pulanggeni (luk 5) : cocok untuk panglima-komandan.
Dapur Singa Barong (luk 5-13) : cocok untuk pengawal.
Dapur Jaran Goyang (luk 7) : cocok untuk pengasihan.
Dapur Carubuk (luk 7) : cocok untuk alim-ulama.
Dapur Sempana (luk 9) : cocok untuk Pejabat Pemerintah.
Dapur Carita (luk 11) : cocok untuk dalang/seniman.
Dapur Sabuk Inten (luk 11) : cocok untuk para perwira.
Dapur Nogososro (luk 13) : cocok untuk Raja/Kepala Pemerintahan.
Dapur Sengkelat (luk 13) : cocok untuk para penguasa.

Pamor Udan Mas: cocok untuk mencari kekayaan.
Pamor Beras Wutah: cocok untuk mencari nafkah.
Pamor Satrio Pinayungan: cocok untuk komandan pasukan-keselamatan
Pamor Raja Gundholo: cocok untuk kesaktian.
Pamor Blarak Ngirit: cocok untuk mencari kesetiaan.
Pamor Ujung Gunung (Raja Abala Raja): cocok untuk kesaktian/ kekuasaan/kesetiaan para bawahan.
Demikianlah beberapa contoh keterkaitan antara dunia pewayangan dengan dunia perkerisan.

Kembali ke atas




Tayuh

 

Ilmu Tayuh Keris adalah sejenis ilmu tradisional yang digunakan untuk menentukan apakah sebilah keris akan cocok dipakai atau dimiliki oleh seseorang, atau tidak. Ilmu ini terutama bermanfaat untuk meningkatkan kepekaan seseorang agar dia dapat menangkap kesan karakter sebilah keris dan menyesuaikan dengan kesan karakter dari calon pemiliknya.

Contohnya, keris yang menampilkan karakter keras, galak, tidak baik dipakai oleh seorang yang sifatnya keras dan kasar. Untuk orang semacam itu sebaiknya dipilihkan keris yang karakternya lembut, dingin.


Cara Me-nayuh

Ada berbagai cara untuk me-nayuh sebilah keris atau tombak. Di Pulau Jawa dan dibeberapa daerah lainnya, yang terbanyak adalah dengan cara meletakkan keris atau tombak itu di bawah bantal, atau langsung dibawah tengkuk, sebelum tidur. Agar aman, keris atau tombak itu lebih dahulu diikat dengan sehelai kain dengan sarungnya. Dengan cara ini si Pemilik atau orang yang me-nayuh itu berharap dapat bertemu dengan 'isi' keris dalam mimpinya. Namun cara ini tidak senantiasa berhasil. Kadang-kadang mimpi yang dinantikan tidak muncul, atau seandainya mimpi, sesudah bangun lupa akan isi mimpinya.

Jika malam pertama tidak berhasil biasanya akan diulangi pada malam berikutnya, dan seterusnya sampai mimpi yang diharapkan itu datang,dan itu ditafsirkan sebagai isyarat dari 'isi' keris yang cocok atau tidak cocok untuk dimiliki.

Dalam masyarakat perkerisan juga dikenal apa yang disebut keris tayuhan, yaitu keris yang dalam pembuatannya lebih mementingkan soal tuah daripada keindahan garap, pemilihan bahan besi, dan pembuatan pamornya. Keris semacam itu biasanya mempunyai kesan wingit, angker, memancarkan perbawa, dan ada kalanya menakutkan.

Walaupun segi keindahan tidak dinomorsatukan, namun keris itu tetap indah karena pembuatnya adalah seorang empu. Padahal seorang empu, tentulah orang yang mempunyai kepekaan keindahan yang tinggi. Patut diketahui, keris-keris pusaka milik keraton, baik di Yogyakarta maupun di Surakarta, pada umumnya adalah jenis keris tayuhan. Dapur keris tayuhan, biasanya juga sederhana, biasanya juga sederhana, misalnya, Tilam Upih, Jalak Dinding, dan Mahesa Lajer.

Bukan jenis dapur keris yang mewah semacam Nagasasra, Naga Salira, Naga Kikik, atau Singa Barong. Selain itu, keris tayuhan umumnya berpamor tiban. Bukan pamor rekan. Di kalangan peminat dan pecinta keris, keris tayuhan bukan keris yang mudah diperlihatkan pada orang lain, apalagi dengan tujuan untuk dipamerkan. Keris tayuhan biasanya disimpan dalam kamar pribadi dan hanya dibawa keluar kamar jika akan dibersihkan atau diwarangi.

Kembali ke atas




Mengenal Keris Lewat Bentuk dan Pamor

 

Daya yang keluar dari aura keris, banyak orang yang menyebutnya sebagai ilmu hipnotis atau daya saran, bagi manusia atau hewan dapat juga berpengaruh oleh daya saran tersebut. Sehingga apapun yang disugestikan oleh seorang hipnotisur akan mempengaruhi jalan pikirannya.

Berdasarkan ilmu perkerisan, bisa disimpulkan, bahwa para empu zaman dulu adalah seorang pakar ahli bathin, sehingga mereka mampu menciptakan sebilah keris dengan memasukkan ilmu aji atau postipnotis pada tiap tempaannya sehingga serat keris itu jadi mempunyai suatu daya magic yang sangat besar pengaruhnya.
Berdasarkan hasil penelitian para psikologi tersebut. Keris menjadi suatu kepercayaan dan kebanggaan si pemegang karena tuahnya, bahkan dari situ pula sugesti orang akan terpanggil. Seperti keris bisa berwujud manusia serem, berubah seekor naga dan lain-lain.

Konon permulaan keris terjadi di zaman pewayangan. Dalam prasejarah mengatakan para dewa membuatnya untuk para manusia bumi yang membutuhkan. Sebut saja keluarga Bharata. Baik itu dari kelompok Astina atau kalangan Pandawa. Tentunya mereka harus melalui ritual yang cukup lama sehingga para dewa mereka kasihan dan akhirnya memberi pusaka tersebut.

Namun dalam perang Bharatayuda, keris pemberian dewa banyak yang hilang, diantaranya, Sang Yuyu Rumpung (berbentuk lurus), Sang Pasopati (berbentuk lurus), Sang Bango Dolog (berluk 3), Sang Bakung (berluk 5), Sang Balebang (berluk 11), Sang Keracan (berluk 10) dan masih banyak yang lainnya.

Sehingga pada zaman Majapahit yang pertama, sang raja memerintahkan kepada seluruh empu sakti madraguna untuk membuat keris yang mirip dengan beberapa keris pembuatan para dewa dan dengan kepandaian mereka semua.

Akhirnya terlahir juga bentuk keris yang sangat mumpuni sebagai pegangan para raja zaman itu. Sebagai pengenalan dasar, kita juga harus tahu tentang apa yang disebut Madya atau zaman pembuatan, karena semua itu adalah kunci awal untuk mengenal lebih dekat keindahan sebuah magic keris dan perawatannya, dan disini dibagi menjadi 5 Madya, diantaranya:


KUNO

Sebuah pembuatan keris yang dibikin antara tahun 125 M – 1125 M oleh
beberapa Empu di zaman purwacarita, beliau adalah, Empu Hyang Ramadi, Empu Iskadi, Empu Sugarti, Empu Mayang dan Empu Sarpadewa.

MADYA KUNO

Sebuah pembuatan keris yang dibikin antara tahun 1126 m – 1250 m
meliputi Kerajaan Jenggala, Kediri, Pajajaran dan Cirebon.
Empunya adalah, Kyai Gebang, Kyai Bayu Aji, Nini Sumbro, Empu Akas, Empu Lung Lungan, Empu Dewayani dan lain-lain.

MADYA PERTENGAHAN

Sebuah pembuatan keris yang bikin dibikin antara tahun 1251 m – 1459 m meliputi kerajaan, Jenggala, Kediri, Tuban, Madura dan Blambangan. Empu pada masa itu adalah, Empu Bromo Koolali, Empu Luwuk, Empu Sriloka, Empu Sutapasana, Empu Kuwung dan Empu kisa.

TENGAH
Sebuah pembuatan keris yang dibikin antara tahun 1460 M – 1613 M meliputi kerajaan, Madiun, Demak, Pajang dan Mataram.
Empunya adalah, Empu Tudung, Empu Joko Supo, Empu, Empu Lobang, Empu Looning, Empu Kithing, Empu Warih dan Empu Madrim.

MUDA
Sebuah pembuatan keris yang dibikin antara tahun 1614 M hingga para empu sakti telah tiada, meliputi kerajaan Kertasura dan Surakarta, empunya adalah Empu Mangun Malelo, Empu Tarung Wongso, Empu Hastronoyo, Empu Wiro Sukadgo, Empu Brojo Sentiko dan Empu Sendang Warih.


Untuk lebih mengenal jauh tentang perkerisan, banyak cara yang harus ditelaah, seperti saat kita menemukan sebuah keris misalnya. Tentunya keris itu pasti berkarat atau berwarna kitam legam, sehingga untuk mengecek pamor atau bentuk keseluruhan keris jadi terhalang akibatnya....

Untuk mempermudah membersihkan sebilah keris, baik itu dari noda karat atau bekas luluran minyak cobalah ikuti cara sebagai berikut:
Siapkan air kelapa hijau 2 buah dan 10 jeruk nipis.
Rendamlah keris tersebut pada air kelapa tadi. Lalu potonglah semua jeruk nipis menjadi 4 bagian, masukkan semua potongan jeruk nipis ke dalam air kelapa dan biarkan selama 24 jam lamanya.

Bila sudah mencapai waktu yang maksimal, angkatlah keris tersebut, biasanya keris menjadi bersih dan mengkilat, tapi bila masih tersisa noda pakailah sikat gigi untuk menghilangkannya. Dan dari situ pula kita akan bisa melihat secara seksama keaslian bahan keris juga pamor secara menyeluruh.

Dalam pengenalan bentuk keris, tentunya kita harus memahami betul dari mana keris itu dibuat, zaman apa dan dari kerajaan mana. Untuk semua itu bisa kita lihat lewat bahan, warna besi juga warna pamor, “dimana letak rahasianya”.

Setiap kerajaan zaman dulu juga para empu yang membuatnya, semua mempunyai perbedaan yang mencolok, yaitu:


Bilahan keris dengan bahan besi berwarna keputih-putihan serta pamornya yang mempunyai warna putih gajih, juga bila diraba terasa kering, maka sudah dipastikan keris tersebut dibikin pada zaman kerajaan Pajajaran.

Bilahan keris dengan bahan besi berwarna hitam kebiruan serta pamornya yang menyerupai bentuk rambut. Bila dipegang terasa keras dan kuat, maka ciri seperti itu dibikin oleh para empu kerajaan Majapahit.

Bilahan keris dengan bahan besi berwarna putih jelas, serta mempunyai pamor rambut berwarna putih gajih, bila diraba berkesan basah dan agak lembek, maka keris tersebut mempunyai ciri khas berasal dari kerajaan Blambangan.

Bilahan keris dengan bahan besi berwarna hitam kebiruan serta punya pamor yang tak jelas, bila diraba terasa basah, maka keris dengan ciri seperti itu pasti dibikin para empu dari kerajaan Demak.

Bilahan keris dengan bahan besi berwarna kebiru-biruan serta punya pamor halus berwarna putih bersih, bila diraba terasa kering dan padat berisi, maka bisa dipastikan keris tersebut yang bikinnya para empu kerajaan Mataram.

Begitulah cerita sebilah keris, namun sebaiknya kita juga harus memahami tentang khasiat dari keris itu sendiri. Agar dikemudian hari tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Cara seperti itu disebut dengan nama MENDATA BUNYI.

Caranya juga sangat mudah lepaskan gagang keris (telanjang) gapitlah sepertiga bilahan keris dengan ibu jari dan telunjuk (diapit) dekatkan bilakan keris pada kuping sebelah kiri. Lalu bilahan tersebut ditingting atau dipukul dengan kuku jari telunjuk yang kanan.

Biasanya dari pantulan itu akan terdengar bunyi thing, gong, ngong, teng atau gur. Dari tata cara seperti tu akan bisa melihat karakter dari pembawaan atau sifat keris tersebut.

Mendengung seperti suara lebah, biasanya keris semacam itu mempunyai pamor melengkung atau bergelombang, nama besinya Karang Kijang, manfaatnya pendiam dan sabar.

Guurrr …… warna besinya hijau metalik, nama besinya Karindu Aji, manfaatnya untuk kewibawaan, cepat kaya dan posisinya baik.

Guunggg …… warna besi ungu kebiruan, nama besinya Walulin, manfaatnya badan sehat, dihormati orang, mudah menyelesaikan masalah.

Duuungg …… warna besinya biru bening, nama besinya Windu Aji, manfaatnya untuk keselamatan.

Nonggg …… warna besinya kuning kehijauan, nama besinya Walangi, manfaatnya lancar dalam sandang pangan, pengasihan dan bagus untuk karier simpan pinjam.

Preng …… warna besinya putih kebiruan, nama besinya Melelaruyun, manfaatnya untuk kedigjayaan atau kekuatan.

Nong-ngong …… warna besinya hitam legam, nama besinya Warani, manfaatnya bisa mencapai derajat tinggi, kaya raya dan selalu sukses dalam menjalankan pemerintahan.

Berdengung …… warna besinya hitam lumut, nama besinya Terate, manfaatnya untuk pengasihan.

Tuuuunggg …… Warna besinya putih mentah, nama besinya Malelagedaga, manfaatnya sabar, dan selalu dikasihani.

Trungg …… Warna besinya putih mentah, nama besinya Kanthot, manfaatnya untuk ketentraman keluarga.
Kembali ke atas




Tips

 

Keris Lama atau Baru

Biasanya sebagai pertanyaan awal dari seseorang yang ditawarkan atau mencari sebuah tosan Aji. Bila kita membincangkan perihal tangguh sebilah Tosan Aji maka akan banyak sekali pendapat yang akan di utarakan.

Hal yang paling utama dalam mengenal dan menganalisa sebuah Tosan Aji, misalnya keris, apakah keris lama atau baru adalah dengan cara mengenal logam atau besi dari keris yang dimaksud. Tentunya akan muncul pertanyaan-pertanyaan sehubungan dengan pengamatan kita terhadap sebilah keris.

Di antaranya adalah :


1. Apakah tua-nya bilah keris itu disebabkan proses semula jadi atau telah di makan usia?

2. Apakah tua-nya logam keris disebabkan proses secara kimia?

3. Apakah keris yang diamati adalah keris tua yang sudah di ubah?

4. Apakah keris tersebut merupakan hasil "reproduksi" dari keris, lainnya yang tua dan sudah rusak?

Semua pertanyaan-pertanyaan di atas memang tidak mudah untuk dijawab tetapi suatu ketika dengan pengetahuan dan pengalaman yang memadai, sesiapapun yang tertarik dan mempelajari keris akan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, dengan catatan sudut pandangan oleh si pengamat tetapi tentunya tidak dalam perspektif mistik. Jika pengamat keris berada dalam perspektif mistik, tentunya pertanyaan-pertanyaan diatas telah diabaikan sama sekali.

Memiliki pengetahuan yang memadai dalam menganalisa perubahan-perubahan yang terjadi pada sebilah keris tentunya akan sangat membantu dalam menentukan apakah keris tersebut baru atau lama.

Banyak sekali cara yang dilakukan untuk melakukan perubahan penampilan sebilah keris. Perubahan-perubahan tersebut dilakukan dengan tujuan agar menambah nilai jual daripada sebilah keris. Proses atau cara perubahan penampilan sebilah keris adalah di antaranya seperti berikut;


1. Proses kimia
Secara umum proses ini dilakukan dengan cara mencelupkan bilah keris yang baru ke dalam larutan kimia seperti asam sulfat, belerang, serbuk karbon bateri dan sebagainya. Ini dilakukan untuk jangka waktu yang tertentu, sehingga pada bilah keris akan muncul kesan sebagai keris tua.

2. Proses perubahan-penyelarasan
Keris yang awlnya lurus, tetapi telah dilakukan perubahan misalnya menjadi keris luk 3, diubah dengan cara mengubah bentuk keris yang asli. Perubahan-perbahan itu adalah seperti keris lurus menjadi keris luk, keris tangguh tuban menjadi keris majapahit, pamor pedaringan kebak menjadi pamor udan mas, dan sebagainya.

3. Proses Reproduksi
Keris yang berkualitas tinggi tapi sudah agak rusak biasanya akan di reproduksi kembali.

Kembali ke atas




F.A.Q.


Dibawah ini ada beberapa pertanyaan yang sering diajukan oleh penggemar-peminat keris atau tosanaji, semoga Bedoldeso dapat sedikit membantu dengan menjawab pertanyaan tersebut.

Tanya :
Apa itu tosan aji?

Jawab :
Tosan Aji menurut saya adalah benda pusaka bisa keris, tombak atau sejenisnya yang terbuat dari logam.

Tanya :
Apakah rantai babi, besi kuning, merah delima juga kategori Tosan Aji?

Jawab :
Bukan. Benda seperti yang anda sebutkan bukan kategori tosan aji tetapi benda bertuah atau benda keramat, tosan aji hanya sebatas benda pusaka (tidak harus memiliki energi) yang memliki nilai tersendiri tanpa ada sangkut paut dari sebuah energi.

Tanya :
Apa tidak musyrik meyakini benda benda berenergi seperti keris?

Jawab :
Semua kembali kepada diri masing masing, yang jelas bagi kami lebih baik menyikapi tosan aji sebagai benda antik semata, mengenai tosan aji tersebut memiliki energi anggap saja itu berkah dari Tuhan semata. Mungkin untuk lebih jelasnya coba anda baca beberapa isi Artikel

Tanya :
Apakah tosan aji yang ada di halaman ini murni dari hasil "penarikan"?

Jawab :
Ritual penarikan menurut kami kurang tepat, karena bisa masuk kategori pencurian baik secara halus maupun secara paksa, yang berakibat akan membuka "musuh" dengan sistem Ghoib. Sebagian koleksi kami ada yang peninggalan dari keluarga.

Tanya :
Bagaimana bisa membedakan benda asli dengan benda isian?

Jawab :
Mungkin untuk pertanyaan ini saya sarankan supaya anda membaca beberapa isi Artikel yang ada di website ini, mungkin akan membantu anda memahaminya.

Tanya :
Apa setiap benda pusaka harus dirawat?

Jawab :
Untuk pertanyaan yang itu juga, saya sarankan untuk membaca "Artikel" di atas.

Tanya :
Kenapa kok jawabannya selalu di artikel, apa gak boleh tanya langsung?

Jawab :
Boleh boleh saja tanya langsung, tapi sebelum bertanya silahkan dulu baca satu persatu isi website, karena pertanyaan yang anda ajukan semuanya sudah ada di artikel, jadi biar menghemat waktu.

Tanya :
Terus ini nich yang paling penting, kira kira berapa ya mahar tosan aji yang ada di Bedoldeso?

Jawab :
Relatif Pak, mahar tergantung dari keunikan dan kelangkaan bendanya, ada sebagian yang sudah kami tentukan maharnya tapi ada juga yang tidak, untuk kategori benda yang tidak kami cantumkan maharnya berarti mahar kesepakatan.

Tanya :
Seandainya saya menawar harga boleh atau tidak... maklumlah... hati ini sebenarnya berminat, tapi dana kurang mencukupi.

Jawab :
Boleh boleh saja, di tosan aji Bedoldeso anda boleh menawar mahar sesuai kemampuan anda, selama mahar tersebut pantas bagi kelangkaan benda yang anda inginkan. Kami juga bisa memberikan secara cuma-cuma bila memang "berjodoh".

Kembali ke atas




TENTANG KAMI

 

Bedoldeso mulai beroperasi pada bulan Agustus 2009, mencoba untuk memfokuskan diri pada berita seputaran Keris pada khususnya dan Tosan Aji pada umumnya.

Bedoldeso juga menyajikan keris serta tosan aji yang kami miliki, serta koleksi dari partner kami.

Bedoldeso menampilkan keris serta tosan aji sebagai bagian upaya kami dalam menjaga dan melestarikan salah satu kebudayaan bangsa Indonesia ini.

Bedoldeso menawarkan dalam bentuk apa adanya beberapa keris bagi mereka yang ingin ikut dalam menjaga dan mewariskan budaya ini.

Silahkan hubungi kami untuk informasi lebih lanjut melalui kolom pesan yang tersedia. Anda bisa melihat Bukti Pengiriman dan Testimonial dari klien-klien kami di halaman Testimonial.

Jika anda tertarik untuk memiliki benda yang ada di situs Bedoldeso ini, untuk respon cepat, anda bisa menghubungi Contact Person kami:


Firuka
Pin BBM: 52A6F2BC
SMS/WhatsApp/Line: 0812 2230 5528
Email: firuka22@gmail.com

Kembali ke atas


B E D O L D E S O Designed by Starfruit | Starfruit Copyright © 2015

Theme images by Rupacara. Powered by Blogger.